Gubernur Didesak Sanksi Pejabat Malas
Surabaya - Gubernur Jatim Soekarwo didesak memberikan sanksi tegas kepada pejabat
eselon I (Sekdaprov Jatim) dan eselon II yang malas melaporkan harta
kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah
tegas itu diperlukan untuk mencegah adanya praktik korupsi di lingkungan
pemprov Jatim. "Kalau banyak pejabat yang tidak melaporkan kekayaannya,
maka patut dicurigai. Gubernur harus berani menindak dan memberikan
sanksi yang tegas," tegas Direktur Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI)
Burhanuddin Abdullah, Sabtu (6/9/2014).
Dia mengatakan, sanksi
itu bisa diatur dalam Mou antara KPK dan pemprov Jatim. Sehingga, ketika
ada pejabat yang enggan melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara
negara (LHKPN), KPK bisa memberikan masukan aktif untuk meminta
gubernur menindaknya.
"Harus ada kerjasama antara KPK dan
gubernur Jatim. Aturan yang mengikat harus dibuat di dalam MoU itu,
sehingga paling tidak ada sanksi berupa penurunan pangkat atau yang
lainnya agar pejabat itu jera," tukasnya.
Selama ini, kata
Burhanudin, sanksi dalam UU pemberantasan korupsi tidak mengikat. Hanya
bersifat imbauan, sehingga masih ada celah oleh aparat yang korup untuk
menyamarkan harta kekayaannya.
"Kita jangan mempersalahkan
penyelenggara tidak melaporkan kekayaannya. Jangan sepenuhnya disalahkan
sepenuhnya, karena yang dibutuhkan sekarang bagaimana peran aktif dari
KPK agar bukan saja imbauan, setidaknya punya cara tersendiri,"
tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, mayoritas pejabat eselon II
di lingkungan pemprov Jatim masih banyak yang enggan menyerahkan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Bukan hanya di
level eselon II, bahkan pejabat tertinggi eselon I Sekdaprov Jatim
Akhmad Sukardi juga terakhir menyerahkan LHKPN pada 3 Mei 2001 silam,
ketika masih menjabat Kepala Biro Keuangan Setdaprov Jatim (saat ini
berubah menjadi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jatim).
Dari data yang dihimpun beritajatim.com dari laman
kpk.go.id,
selain nama Sekdaprov Jatim juga banyak pejabat eselon II lainnya yang
belum melaporkan LHKPN. Padahal, Gubernur Jatim Soekarwo dan Wagub Jatim
Saifullah Yusuf (Gus Ipul) terakhir melaporkan LHKPN pada 19 Mei 2013,
saat keduanya maju pencalonan pada pilgub Jatim 2013.
Dari data
itu, pejabat eselon II di Jatim yang laporan kekayaannya sudah
kadaluarsa di antaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Jatim Fattah Jasin (terakhir melaporkan 27 Juli
2007), Inspektur Jatim Nurwiyatno (1 Maret 2010), Kepala Biro SDA
Setdaprov Jatim Lies Idawati (31 Juli 2012), Kepala Dinsos Jatim Indra
Wiragana (21 Februari 2007) dan Bambang Sadono (27 Maret 2012).
Achmad
Sukardi terakhir melaporkan kekayaannya pada tahun 2001 ketika menjabat
sebagai Kepala Biro Keuangan. Sedangkan Lies Idawati tercantum pada
tahun 2012 ketika menjabat sebagai Kabiro Humas dan Protokoler. LHKPN
Indra Wiragana terdaftar di KPK ketika masih menjabat sebagai Kepala
Biro Hukum pada tahun 2007.
Sedangkan, Bambang Sadono kekayaannya
tercantum ketika masih menjabat Inspektur Jatim. Sedangkan, Fattah
Jasin laporan kekayaannya tercantum di KPK pada tahun 2007 ketika masih
menjabat Kepala Biro Perekonomian.
Anehnya, beberapa pejabat
eselon dua lainnya seperti kepala Dinas Koperasi dan UMKM Mujib Affan,
Kepala Beperpus Arsip Sudjono, Kepala BPM Jatim Lili Sholeh, Kepala
Disperindag Warno Harisasono, Asisten IV Sekdaprov Jatim Soekardo dan
Sekretaris DPRD Jatim Achmad Jailani laporan kekayaannya di website KPK
tidak tercantum.
Padahal, dalam UU no 28 tahun 2009 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme, UU no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pindana Korupsi dan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor:
KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan
Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara penyelenggara
negara harus melaporkan LHKPN kepada KPK.
Dalam aturan itu disebutkan
bahwa penyelenggara negara seperti Menteri, Gubernur dan pejabat
setingkat eselon II harus melaporkan kekayaannya.
"Kalau sudah
berganti jabatan beberapa kali, tetapi tidak mau menyerahkan laporan
harta kekayaannya itu namanya disengaja dan patut dicurigai," pungkasnya