Gubernur Didesak Sanksi Pejabat Malas
Sabtu, 6 September 2014 15:07:29 - oleh : aditya

Gubernur Didesak Sanksi Pejabat Malas

Surabaya - Gubernur Jatim Soekarwo didesak memberikan sanksi tegas kepada pejabat eselon I (Sekdaprov Jatim) dan eselon II yang malas melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah tegas itu diperlukan untuk mencegah adanya praktik korupsi di lingkungan pemprov Jatim. "Kalau banyak pejabat yang tidak melaporkan kekayaannya, maka patut dicurigai. Gubernur harus berani menindak dan memberikan sanksi yang tegas," tegas Direktur Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Burhanuddin Abdullah, Sabtu (6/9/2014). 

Dia mengatakan, sanksi itu bisa diatur dalam Mou antara KPK dan pemprov Jatim. Sehingga, ketika ada pejabat yang enggan melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), KPK bisa memberikan masukan aktif untuk meminta gubernur menindaknya.

"Harus ada kerjasama antara KPK dan gubernur Jatim. Aturan yang mengikat harus dibuat di dalam MoU itu, sehingga paling tidak ada sanksi berupa penurunan pangkat atau yang lainnya agar pejabat itu jera," tukasnya.

Selama ini, kata Burhanudin, sanksi dalam UU pemberantasan korupsi tidak mengikat. Hanya bersifat imbauan, sehingga masih ada celah oleh aparat yang korup untuk menyamarkan harta kekayaannya.

"Kita jangan mempersalahkan penyelenggara tidak melaporkan kekayaannya. Jangan sepenuhnya disalahkan sepenuhnya, karena yang dibutuhkan sekarang bagaimana peran aktif dari KPK agar bukan saja imbauan, setidaknya punya cara tersendiri," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, mayoritas pejabat eselon II di lingkungan pemprov Jatim masih banyak yang enggan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK. Bukan hanya di level eselon II, bahkan pejabat tertinggi eselon I Sekdaprov Jatim Akhmad Sukardi juga terakhir menyerahkan LHKPN pada 3 Mei 2001 silam, ketika masih menjabat Kepala Biro Keuangan Setdaprov Jatim (saat ini berubah menjadi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Jatim).

Dari data yang dihimpun beritajatim.com dari laman
kpk.go.id, selain nama Sekdaprov Jatim juga banyak pejabat eselon II lainnya yang belum melaporkan LHKPN. Padahal, Gubernur Jatim Soekarwo dan Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) terakhir melaporkan LHKPN pada 19 Mei 2013, saat keduanya maju pencalonan pada pilgub Jatim 2013.

Dari data itu, pejabat eselon II di Jatim yang laporan kekayaannya sudah kadaluarsa di antaranya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim Fattah Jasin (terakhir melaporkan 27 Juli 2007), Inspektur Jatim Nurwiyatno (1 Maret 2010), Kepala Biro SDA Setdaprov Jatim Lies Idawati (31 Juli 2012), Kepala Dinsos Jatim Indra Wiragana (21 Februari 2007) dan Bambang Sadono (27 Maret 2012).
Achmad Sukardi terakhir melaporkan kekayaannya pada tahun 2001 ketika menjabat sebagai Kepala Biro Keuangan. Sedangkan Lies Idawati tercantum pada tahun 2012 ketika menjabat sebagai Kabiro Humas dan Protokoler. LHKPN Indra Wiragana terdaftar di KPK ketika masih menjabat sebagai Kepala Biro Hukum pada tahun 2007.

Sedangkan, Bambang Sadono kekayaannya tercantum ketika masih menjabat Inspektur Jatim. Sedangkan, Fattah Jasin laporan kekayaannya tercantum di KPK pada tahun 2007 ketika masih menjabat Kepala Biro Perekonomian.

Anehnya, beberapa pejabat eselon dua lainnya seperti kepala Dinas Koperasi dan UMKM Mujib Affan, Kepala Beperpus Arsip Sudjono, Kepala BPM Jatim Lili Sholeh, Kepala Disperindag Warno Harisasono, Asisten IV Sekdaprov Jatim Soekardo dan Sekretaris DPRD Jatim Achmad Jailani laporan kekayaannya di website KPK tidak tercantum.

Padahal, dalam UU no 28 tahun 2009 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, UU no 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi dan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara penyelenggara negara harus melaporkan LHKPN kepada KPK.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa penyelenggara negara seperti Menteri, Gubernur dan pejabat setingkat eselon II harus melaporkan kekayaannya.

"Kalau sudah berganti jabatan beberapa kali, tetapi tidak mau menyerahkan laporan harta kekayaannya itu namanya disengaja dan patut dicurigai," pungkasnya

| More

Berita "Surabaya" Lainnya