Tujuh Jam Diperiksa KPK, Ini Penjelasan Ketua MPR
Rabu, 12 November 2014 20:46:56 - oleh : aditya

Tujuh Jam Diperiksa KPK, Ini Penjelasan Ketua MPR

Dia diperiksa sebagai mantan Menteri Kehutanan

Jakarta (kabarsuramadu.com) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan mengatakan pengajuan revisi tentang Perubahan Kawasan Hutan dari Gubernur Riau Annas Maamun belum memenuhi syarat.

"Tidak ada surat itu saran pertimbangan, tetapi pihak terkait tidak menyampaikan pertimbangan. Itu biasanya persyaratanya tidak dapat dipenuhi alias biasanya itu tidak dapat diterima," kata Zulkifli, di Gedung KPK, Rabu 12 November 2014.

Zulkifli menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi terkait dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan. Dia diperiksa hampir selama 7 jam dan selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 17.46 WIB.

Mantan Menteri Kehutanan itu mengaku ditanya mengenai pengajuan usulan mengenai revisi hutan itu oleh Gubernur Riau non-aktif, Annas Maamun. Zulkifli menyebut pengajuan usulan itu merupakan kewenangan dari Annas.

"Di situ memang ditanyakan soal usulan perubahan terhadap perbaikan itu oleh Gubernur, itu juga benar. Karena kewenangan Gubernur mengusulkan perubahan itu memang boleh. Yang nggak boleh itu kan yang lain-lain itu," ujarnya.

Zulkifli mengaku telah menjelaskan kepada penyidik terkait tugas Kementerian Kehutanan hingga tugas eselon-eselon terkait. "Tetapi pada prinsipnya bahwa tata ruang yang kita selesaikan di Riau itu merupakan prestasi bagi kami. Bahwa ada soal-soal lain, ya sedikit agak mencederai," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Riau non-aktif, Annas Maamun mengaku bahwa ia pernah mengajukan rekomendasi terkait revisi SK 673 tentang Perubahan Kawasan Hutan ke pihak Kementerian Kehutanan.

Bahkan, Annas yang merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan Riau tahun 2014 itu menyebut bahwa rekomendasi yang diajukannya telah sampai ke tangan Menteri Kehutanan pada saat itu, Zulkifli Hasan.

Inisiatif Siapa?

Sementara itu Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan, Bambang Soepijanto mengungkapkan bahwa izin rekomendasi alih fungsi lahan hutan diajukan oleh Gubernur non-aktif Riau Annas Maamun belum ditindaklanjuti oleh pihaknya. Lantaran, izin tersebut dinilai masih ada belum dilengkapi.

"Belum ada approval (persetujuan) apapun," kata Bambang usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Selasa 11 November 2014.

Dia mengungkapkan, beberapa persyaratan yang belum dipenuhi dalam pengajuan itu antara lain rekomendasi lokasi yang dimohon, rekomendasi calon pengganti, rekomendasi gubernur untuk permohonan kawasan hutan.

"Itu belum, kan harusnya ada syarat lokasi pengganti dan lokasi yang dimohon, ada syarat rekomendasi gubernur, baru dibawa ke kementerian, begitu seharusnya," ujarnya.

Diketahui, KPK menangkap Annas Maamun dan sejumlah orang dalam sebuah operasi tangkap tangan di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. KPK kemudian menetapkan Annas Maamun, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia atau Apkasindo Provinsi Riau, Gulat Manurung sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait suap alih fungsi lahan hutan.

Gulat disebut mempunyai kebun kelapa sawit seluas 140 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Lahan kelapa sawit milik Gulat berada di kawasan yang tergolong hutan kawasan industri dan ingin dimasukkan ke dalam area peruntukan lainnya.

KPK menduga bahwa Annas menerima suap total sebesar Rp2 miliar dari Gulat yang terdiri atas Rp500 juta dan Sin$156.000.

Pada saat ditangkap, petugas KPK menemukan uang US$30.000. Namun, dalam pemeriksaan, Gulat mengaku hanya memberikan suap kepada Annas dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura. Annas juga mengaku bahwa uang dalam bentuk dolar Amerika adalah miliknya. Tetapi, itu masih didalami KPK.

Annas disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gulat Manurung, yang berposisi sebagai pemberi suap, disangka Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

| More

Berita "Hukum dan Kriminal" Lainnya