Sanksi FIFA, Inilah Tanggapan Resmi Kemenpora
kabarsuramadu.com - Otoritas sepakbola dunia (FIFA) telah resmi menjatuhkan sanksi untuk
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). FIFA beralasan, PSSI telah
mendapat intervensi dari pemerintah.
Atas jatuhnya sanksi
tersebut, Indonesia dilarang mengikuti seluruh kegiatan ataupun even
yang digelar FIFA. Satu-satunya even yang masih boleh diikuti adalah SEA
Games.
Menyikapi jatuhnya sanksi FIFA, Kemenpora sebagai
perwakilan pemerintah merilis sikap resmi. Beberapa poin yang
dilontarkan adalah soal kejanggalan dari argumentasi FIFA. Intinya,
Kemenpora menyanggah tudingan intervensi. Justru sebaliknya, pemerintah
berusaha meluruskan PSSI agar sesuai dengan Statuta FIFA.
Lantas
bagaimana ke depannya? Kemenpora mengaku bakal bertanggungjawab.
"Dijatuhkannya sanksi oleh FIFA terhadap PSSI sama sekali tidak kita
hendaki bersama, namun demikian pemerintah merasa bertanggung-jawab
terhadap masalah dijatuhkannya sanksi oleh FIFA kepada PSSI," tulis
Deputi 5 Bidang Harmonisasi dan Kemitraan dan merangkap sebagai Kepala
Komunikasi Publik Kemenpora, Gatot S Dewa Broto, Minggu (31/5/2015).
Berikut kutipan lengkap dari sikap Kemenpora:
Berdasarkan
informasi dan sejumlah pemberitaan yang berkembang di Indonesia pada
tanggal 30 Mei 2015, diperoleh konfirmasi, bahwa FIFA dalam suratnya
tertanggal 30 Mei 2015 yang ditanda-tangani oleh Sekjen FIFA Jerome
Valcke dan ditujukan kepada Sekjen PSSI Karim Azwan telah menyebutkan
tentang telah dijatuhkannya sanksi oleh FIFA kepada PSSI sebagai akibat
dari adanya campur tangan Pemerintah Indonesia terhadap PSSI, karena itu
bertentangan dengan Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta FIFA.
Sehubungan dengan itu, Kemenpora menyampaikan sikapnya sebagai berikut:
1.
Menilik surat FIFA tersebut ada beberapa kejanggalan yang perlu
dipertanyakan kepada FIFA: a. Pada paragraf pertama dalam surat tersebut
disebutkan, bahwa dalam suratnya tertanggal 18 Pebruari 2015 PSSI telah
memberitahukan FIFA bahwa BOPI telah melarang klub Arema dan Surabaya
untuk tidak turut bertanding dalam kompetisi ISL 2015. Surat PSSI
tertanggal 18 Pebruari 2015 perihal "Uncertainty of Indonesia Super
Legue 2015 Kick Off" hanya menyebutkan keluhan tentang ketatnya
verifikasi BOPI dan akibatnya kick off menjadi tertunda. FIFA merespon
surat PSSI tersebut pada tanggal 19 Pebruari 2015 dengan menekankan
tentang kick off ISL 2015 tidak perlu ditunda. Dengan demikian, tidak
ada penyebutan tentang dilarangnya Arema dan Persebaya dalam surat PSSI
tersebut, karena tidak diberikannya rekomendasi kepada Arema dan
Persebaya baru diputuskan BOPI pada tanggal 1 April 2015; b. Pada
paragraf kedua dalam surat tersebut disebutkan antara lain bahwa BOPI
pada tanggal 8 April 2015 dalam suratnya mengancam sanksi pada PSSI jika
tetap melanjutkan kompetisi. Yang benar adalah bahwa pada tanggal 8
April 2015 tersebut yang mengirimkan surat kepada PSSI adalah dari
Kemenpora berupa surat peringatan agar PSSI mematuhi peraturan, jadi
tidak ada surat dari BOPI pada tanggal tersebut kepada PSSI; c. Masih di
paragraf kedua tersebut juga disebutkan adanya Kongres PSSI, yang benar
adalah Kongres Luar Biasa PSSI; d. Pada paragraf kedua dari paragraf
terakhir disebutkan, bahwa ...that the Indonesian national team was
competing in the 2015 South East Asian Games in Singapore..... Sebagai
informasi, Timnas Indonesia baru akan memainkan pertandingan pertama di
cabang sepakbola Sea Games 2015 pada tanggal 2 Juni 2015. Bagaimana
mungkin kalimat tersebut terstruktur dalam bentuk past continous tense,
sesuatu yang sedang terjadi pada masa lalu, sementara Sea Games nya itu
sendiri belum berlangsung.
2. Menyimak butir 1 tersebut di atas,
selain ada sejumlah kejanggalan substansi surat, juga ada kejanggalan
beberapa bagian surat dari aspek gramatikal. Sehingga ini menyamgkut
kredibilitas FIFA itu sendir dalam mengambil keputusan yang sangat
krusial terhadap nasib keberadaan salah satu anggota federasinya.
3.
Terlepas dari sejumlah kejanggalan tersebut, sesungguhnya Kemenpora
telah berusaha keras agar PSSI dapat terhindar dari sanksi FIFA.
Berulang kali surat resmi disampaikan kepada FIFA, tetapi FIFA tetap
tidak merespon positif terhadap rangkaian kegiatan pembenahan yang
dilakukan oleh Kemenpora dalam 4 bulan terakhir ini bagi tujuan
pembenahan persepakbolaan nasional Indonesia. Tujuan Kemenpora tersebut
sesungguhnya tetap mengacu pada Statuta FIFA, FIFA Club Licensing
Regulation, AFC Club Licensing Regulation, Statuta PSSI dan PSSI Club
Licensing Regulation, dengan tujuan adanya pembenahan persepakbolaan
nasional Indonesia yang sangat signifikan. Indonesia tentunya tidak
menghendaki prestasi sepak bolanya berputar pada tingkat tertentu yang
belum menggembirakan masyarakat pada umumnya. Ini belum lagi dengan
sejumlah persoalan PSSI yang membutuhkan sejumlah pembenahan.
4.
Dijatuhkannya sanksi oleh FIFA terhadap PSSI sama sekali tidak kita
hendaki bersama, namun demikian pemerintah merasa bertanggung-jawab
terhadap masalah dijatuhkannya sanksi oleh FIFA kepada PSSI. Pemerintah
tidak abai untuk harus segera melakukan sejumlah langkah strategis
sebagai konsekuensi dari sanksi tersebut.
5. Kemenpora akan
bersinergis dengan berbagai lembaga terkait untuk segera menyempurnakan
Blue Print pembenahan sepakbola nasional dalam waktu secepatnya sehingga
dapat diperoleh grand strategi yang lebih komprehensif, transparan,
obyektif dan dengan target total prestasi yang signifikan dalam penataan
ulang sistem pengelolaan persepakbolaan nasional Indonesia.
6.
Kepada seluruh pihak yang terkait langsung atau tidak langsung dengan
masalah kelanjutan kompetisi, Kemenpora melalui Tim Transisi akan
sesegera mungkin menggulirkan kembali berbagai tingkatan kompetisi baik
untuk tataran profesional maupun tataran amatir. Ini perlu ditekankan,
karena tidak semata-mata terkait dengan aspek teknis persepakbolaan,
tetapi juga aspek sosial, ekonomi, kreativitas masyarakat dan dimensi
dinamika kemaslahatan umum yang menyertainya.
7. Kepada para
pemain sepakbola baik yang domestik maupun asing diharapkan tidak perlu
khawatir, karena pemerintah tetap berkomitmen untuk kembali
menggulirkan kompetisi dengan standar dan kualitas yang lebih baik,
sehingga hak dan kewajiban para pemain, pelatih dan perangkat
pertandingan dapat terpenuhi secara lebih baik.
8. Kepada PSSI,
diharapkan menyikapi sanksi FIFA ini secara obyektif dan bijak. Tidak
perlu saling salah menyalahkan dengan pemerintah, karena yang dibutuhkan
sekarang adalah kebersamaan langkah dan tindakan dalam menghadapi
situasi yang sesungguhnya tidak kita hendaki ini. PSSI dan Kemenpora
serta KOI juga tetap bersinergis agar sanksi FIFA ini tidak terlalu lama
diberlakukan.
9. Kepada Pimpinan Pemda baik Pemrov maupun
Pemkot dan Pemkab, diharapkan untuk turut bersama-sama membangun
persepakbolaan nasional ke arah yang lebih baik.
10. Sanksi
FIFA ini tidak perlu diratapi secara berlebihan. Memang kita dihadapkan
pada pilihan sulit karena untuk sementara waktu kita harus prihatin,
karena tidak bisa menyaksikan tim nasional Indonesia dan beberapa klub
kita tidak bisa berlaga di event internasional, terkecuali di event Sea
Games 2015 di minggu depan ini di Singapura. Namun demikian, kita harus
percaya diri dan yakin, bahwa jika pembenahan persepakbolaan nasional
kita bisa dilakukan dengan penuh kesungguhan, konsisten, transparan dan
dengan tata kelola organisasi yang lebih baik, maka yang namanya
prestasi juara yang lebih baik bukan lagi suatu impian.
11.
Memang Statuta FIFA harus kita hormati, tetapi pengalaman pahit ini
memberi pelajaran pada kita semua, bahwa loyalitas pada FIFA harus
dilakukan secara proporsional. Tidak ada sesungguhnya niat pemerintah
untuk melakukan intervensi sedikitpun, karena serangkaian kebijakan yang
dilakukan Kemenpora akhir-akhir ini semata-mata sebagai terobosan agar
ada terapi efektif untuk meningkatkan kualitas persepakbolaan nasional
Indonesia.(*)