"Jatim Terlambat Berbenah"
Senin, 19 Januari 2015 14:27:37 - oleh : aditya

Dari Simposium Nasional Menyambut MEA

 

Surabaya - simposium nasional menyambut masyarakat ekonomi ASEAN dengan tema : "generasi bangsa untuk kemandirian Jatim" dilangsungkan selama dua hari di hotel Sahid, Surabaya.

Simposium yang diselenggarakan oleh BPL PB HMI ini menurut M. Sholeh, Ketua pelaksana, dimaksudkan sebagai salah satu bentuk upaya sosialisasi dan mengukur kemampuan Jawa Timur dalam persaingan antar negara-negara ASEAN.

Ada salah satu pernyataan menarik dari Aditya Roosvianto, SE, pengurus KADIN Bangkalan, yang menjadi keynote speaker dalam simposium tersebut yang mengatakan bahwa Jatim terlambat berbenah.  "Tidak ada nilai standard produk serta value add dari seluruh produk yang dihasilkan Jawa Timur," ulasnya.  "Hal ini penting karena salah satu syarat persaingan pasar bebas adalah standarisasi kualitas serta nilai tambah dari produksi yang dihasilkan," lanjutnya.

Disisi lain, menurut Adit, sapaan akrabnya, pembangunan sumber daya manusia jatim gagal dilakukan Soekarwo. "Program pembangunan 40 SMK di seluruh Jatim tidak terlaksana optimal," jelasnya. "Sedangkan hasil riset perguruan tinggi hanya dimanfaatkan sebesar 2,5% saja oleh dunia industri," katanya.  Ketimpangan ini jelas membutuhkan peran serta Pemerintah dalam regulasi yang bisa men-sinergikan kebutuhan industri dan kepentingan dunia akademis," terangnya.

Hal senada juga disampaikan oleh M. Iksan, anggota Komisi E DPRD Jatim. Menurut politisi partai Nasdem ini, ada sebuah ke-tidak berpihakan regulasi pemerintah Jatim terhadap kepentingan rakyat kecil.  "Salah satu contohnya saja adalah pemanfaatan dana-dana para pekerja kita yang bekerja di luar negeri," ujarnya. "Total dana-dana para TKI dan TKW yang dikirimkan ke Indonesia adalah sebesar 100 triliun. Bandingkan saja dengan besaran APBD Jatim yang hanya sebesar 23 triliun saja," ungkap Iksan.  Kalau saja Pemerintah Jatim mampu meregulasi dana-dana para pekerja luar negeri ini sehingga dihimpun di bank Jatim, maka pemanfaatannya juga bisa digunkan untuk pengembangan kawasan mandiri di daerah. "Daripada dihambur-hamburkan untuk keperluan konsumtif saja," cetusnya.

Menurut Iksan, mentalitas SDM Jatim kalah bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN.   Hal ini menurut Iksan dipengaruhi oleh banyak hal, khususnya pola hidup atau life style yang dipengaruhi oleh produk-produk asing.  "Negara kita ini kan masih menjadi sasaran pasar industri negara-negara industri.  Oleh karena itu pembangunan kawasan industri mandiri masih menjadi pekerjaan rumah dalam menyambut MEA," harapnya.  Kemandirian ekonomi menjadi syarat suatu negara memasuki iklim perdagangan bebas yang tidak dibatasi oleh letak geografis suatu negara. (dit)

 

| More

Berita "Surabaya" Lainnya