Komisi C DPRD Bangkalan Sebut CSR PHE-WMO Kurang Proporsional
Jum`at, 17 September 2021 00:53:49 - oleh : eko

Komisi C DPRD Bangkalan Sebut CSR PHE-WMO Kurang Proporsional


Kelompok Masyarakat Sepulu Tuntut CSR Prioritaskan Nelayan Terdampak

Bangkalan, kabarsuramadu.com - Sejumlah massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pengusaha dan Pemuda (FKPP) Kecamatan Sepulu, Bangkalan meminta kejelasan alokasi program corporate social responsibility (CSR) dari Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO). Sebagai kawasan terdekat dengan eksplorasi, mereka menilai sentuhan CSR bagi nelayan terdampak belum mendapat prioritas oleh PHEWMO.

Hal itu diungkapkan oleh Koordinator FKPP Sepulu saat beraudiensi dengan Komisi C DPRD Bangkalan dan PHE-WMO di aula Paripurna DPRD Bangkalan, Kamis (16/09/2021) kemarin.

Menurutnya, selama ini tidak ada sentuhan apapun dari pihak PHE-WMO khususnya kepada nelayan yang terdampak, karena sosialisasi yang dilakukan pada tahun 2013 lalu ricuh dan tidak ada follow up.

"Seharusnya kulonuwun itu ada, jadi sebelum bergerak siapkan humas untuk turun, sehingga kebutuhan masyarakat terdampak itu jelas, mulai dari kontribusinya hingga nominalnya berapa itu jelas," ujarnya.

Menanggapi hal itu, General Manager (GM) Zona 11 Regional 4 Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina Muhammad Arifin mengatakan, Selama ini Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dan CSR sudah dilakukan dan telah membantu upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Bangkalan, khususnya di sekitar wilayah pesisir utara.

"Selama ini kami sudah melaksanakan program CSR di Kecamatan Klampis, Kecamatan Sepulu, dan Kecamatan Tanjungbumi. Berangkat dari permasalahan yang ada di masyarakat dan hasil sosial mapping kami menggagas beberapa program pemberdayaan masyarakat. Intinya kami ingin keberadaan perusahaan harus bermanfaat dan memiliki multiplier effect bagi masyarakat sekitar. Kami memadukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan kegiatan pelestarian lingkungan," katanya.

Arifin menambahkan, program PHE WMO di Desa Labuhan dimanfaatkan untuk wisata laut dan Taman Pendidikan Mangrove.

"Kami mendukung salah satu dari 21 program prioritas Bupati Bangkalan, untuk menyelamatkan lingkungan menyusul hilangnya fungsi hutan mangrove dan tingginya tingkat abrasi di delapan kecamatan di Bangkalan," tambahnya.

Hasilnya, kata dia, bisa dirasakan saat ini. Ada peningkatan kerapatan mangrove seluas 4.300 hektare. Selain itu, kehadiran Taman Pendidikan Mangrove juga melindungi 40 spesies burung dan 29 jenis mangrove. Program ini juga memberdayakan 145 kepala keluarga mantan pekerja migran, tiga pelopor bank sampah, dan 1.500 penerima manfaat tidak langsung yakni kaum wanita yang terberdayakan.

"Sementara dampak ekonominya, peningkatan pendapatan kelompok, potensi multiplier effect, kontribusi pemerintahan desa, dan sumber daya masyarakat. Total nilai SROI (Social Return Of Invesment, Red) sekitar Rp 3 miliar hasil valuasi ekonomi hutan mangrove. SROI ini adalah penghitungan nominal aspek aspek manfaat yang diterima masyarakat, penghematan, biaya lingkungan setelah berjalannya program," katanya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan, pihaknya juga membuat wisata pasir putih di Tlangoh, di lokasi tempat penambangan pasir. Dengan adanya wisata itu, potensi penambangan pasir bisa ditekan. Program ini juga mengurangi volume timbunan sampah sekaligus membuat alam lebih lestari dengan penanaman dua ribu bibit cemara laut.

"Dari aspek sosial, 15 perantau mengelola wisata, 30 kelompok yang sebelumnya terkena PHK akibat pandemi akhirnya bisa diberdayakan, dan ada 46 anggota perempuan berpartisipasi dan ikut berdaya," ungkapnya.

Sementara di Desa Bandangdajah, lanjut dia, PHE WMO mengatasi krisis air bersih dengan membuka Hippam air bagi tiga desa sekitar.

"Sebelumnya warga harus menempuh jarak tiga kilometer untuk mengakses air bersih. Karena tidak lagi perlu berjalan kaki untuk mendapatkan air bersih waktu ibu-ibu untuk keluarga bisa lebih banyak. Mereka juga bisa mengurangi anggaran untuk membeli air bersih," kata Arifin.

Dengan program ini, 6,6 juta kubik surplus air bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, untuk satu hektare lahan tidur, dan 300 kilogram pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk organik, dan ada pemanfaatan enam ton cocopeat untuk membantu penghematan air.

"Sebanyak 15 anggota kelompok tani kami berdayakan, sehingga ada peningkatan pendapatan," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Bangkalan Suyitno mengatakan, pihaknya hanya memfasilitasi masyarakat dan PHE-WMO dalam mendiskusikan persoalan CSR tersebut.

Namun Suyitno juga mengatakan, realisasi program CSR PHE-WMO memang dinilai kurang tepat sasaran, sebab di dalam Perda Bangkalan, 65 persen CSR itu harus berada di wilayah yang terdampak langsung.

"Kita melihat penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh PHE-WMO tidak dilakukan dari bawah, sehingga tidak tepat sasaran," katanya.

Untuk itu, dia berharap ke depan ada komunikasi yang baik khususnya dengan masyarakat terdampak, agar pelaksanaan CSR itu bisa lebih tepat sasaran dan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat terdampak.

"Paling tidak 50 persen di tahun 2022 aspirasi masyarakat bisa direalisasikan. Kalau masih tidak diakomodir, maka kami akan melakukan tindakan sesuai kewenangan kami," tandasnya.(krs)

 

| More

Berita "Madura" Lainnya